Y. Argo Twikromo adalah Ketua Pengawas Mindset Institute. Argo Twikromo menyelesaikan pendidikan doktor antropologi di Radboud Universiteit Nijmegen, Belanda (2008). Selama ini, Argo Twikromo banyak menulis dan melakukan penelitian mengenai keadaan masyarakat dengan metodologi antropologi. Argo Twikromo juga mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Mengemas Kembali Kehidupan Selaras

3 menit waktu baca

Masa pandemi sudah berjalan kurang lebih setahun, berbagai harapan untuk merengkuh kehidupan normal seperti kondisi sebelum masa pandemi masih belum juga menentu ujungnya. Harapan dominan yang diimajinasikan adalah melanjutkan kehidupan yang mengacu pada perkembangan global dengan berbagai hiruk-pikuknya. Seolah-olah nilai-nilai kehidupan global sudah merasuk dalam hati sanubari bangsa ini. Kondisi ini relatif meredupkan pilihan terhadap perpaduan selaras dengan kebijaksanaan dan nilai-nilai kehidupan lokal bangsa ini.

Perkembangan kehidupan modern dan global telah membawa berbagai kemajuan dan kesejahteraan ekonomi secara nyata. Walau tetap menyisakan berbagai ketimpangan di sana-sini. Ketergantungan pada kemajuan dan kesuksesan global merupakan pilihan yang tidak bisa ditolak. Termasuk dampak keterpurukan global, seperti resesi ekonomi, goncangan politik internasional, perang, dan pandemi.

Dampak berbagai keterpurukan global sampai pada masa pandemi ini telah memberikan ruang konektivitas dengan nuansa khas kebijaksanaan bangsa ini. Relatif terputusnya ketergantungan kehidupan dengan dunia global (walau sementara) telah menghadirkan kembali berbagai kebijaksanaan lokal secara padu serasi dan kreatif. Perlu diakui bahwa ketika tidak dalam masa pandemi, bangsa ini relatif abai terhadap kebijaksanaan lokal yang telah dikembangkan oleh para leluhur selama berabad-abad yang lalu.

Pengelolaan Kehidupan Masa Pandemi

Kebingungan, kegagapan, ketidakpastian, dan bahkan penolakan merupakan situasi yang harus dihadapi pada masa awal pandemi. Negara dan dunia global menginisiasi panduan protokol kesehatan agar dapat mengurangi risiko penyebaran virus. Konektivitas kehidupan dengan dunia global meredup dan bahkan relatif terputus. Sekaligus telah memberikan ruang lebar bagi pengelolaan kehidupan dalam ranah antara global dan lokal.

Berbagai prinsip yang diutamakan dalam kehidupan global relatif diberi konektivitas dengan kebijaksanaan dan nilai-nilai kehidupan lokal bangsa. Warna khas eksploitasi dengan kehadiran kompetisi atau persaingan dalam perkembangan global, berpadu dengan warna khas kebijaksanaan lokal yang mengedepankan relasi selaras dan holistik. Berbagai prasyarat gerak cepat, individu, instan, dan wujud nyata dalam meraih suatu capaian di dunia global dipertemukan dengan prasyarat kebersamaan, holistik, dan orientasi jangka panjang dalam kebijaksanaan lokal.

Dikotomi antara global-lokal ataupun modern-tradisional seolah-olah tak berjarak lagi dalam pengelolaan kehidupan di berbagai komunitas. Kebijaksanaan untuk saling membantu, menghargai, menjaga, berbagi, mengisi, menopang, dan berkolaborasi lebih diutamakan dalam kehidupan bersama mereka secara mandiri. Warna kehidupan yang relatif jauh terpinggirkan dalam hingar-bingarnya pergumulan kehidupan global selama ini menjadi benteng kokoh kehidupan saat pandemi.

Landasan pengelolaan kehidupan tidak hanya mengacu pada kehidupan sosial- budaya global saja, tetapi juga kehidupan sosial-budaya lokal. Media sosial atau teknologi digital digunakan untuk saling peduli atau membantu sesama warga. Bahkan para produsen makanan di beberapa komunitas sering kali lebih mementingkan relasi sosial mereka dibanding keuntungan ekonomi semata. Persinggungan antara global dan lokal cenderung diberi porsi secara seimbang dan selaras sebagai perpaduan prinsip-prinsip global dan kebijaksanaan lokal bangsa.

Imajinasi Kehidupan Pasca Pandemi

Pengelolaan kehidupan pada masa pandemi seharusnya memberikan refleksi dan penghayatan terhadap pengelolaan kehidupan pasca pandemi atau bahkan dalam menyiasati ketergantungan global. Penyerahan diri secara dominan pada perkembangan global telah membawa kehidupan bangsa ini terus terombang- ambing tidak menentu. Kebijaksanaan khas bangsa ini terutama dalam memberikan ruang-ruang kreatif dan selaras terhadap berbagai dikotomi dan perbedaan cenderung meredup kembali dalam kehidupan normal.

Ruang penghayatan secara holistik cenderung tertutup oleh harapan-harapan instan terhadap kemajuan dan kemegahan kehidupan global pasca pandemi. Ketergantungan terhadap dominasi perkembangan global harus diakui dapat memberikan wujud nyata dan instan bagi kehidupan saat ini daripada mengedepankan kehidupan selaras yang hasilnya barangkali baru bisa dirasakan dan dinikmati dalam jangka panjang atau bahkan oleh generasi berikutnya.

Kehidupan bersama dengan orientasi jauh ke depan secara holistik perlu ditopang oleh berbagai aspek atau elemen kehidupan yang membentuk rajutan secara kait-mengait. Pemahaman semacam ini relatif berliku dan kurang instan dalam konteks kehidupan saat ini. Dengan demikian berakhirnya masa pandemi cenderung akan menguntai imajinasi terhadap kehidupan normal seperti yang sudah dijalani sebelum masa pandemi.

Pengalaman kehidupan pada masa pandemi relatif lebih mengedepankan kehidupan selaras. Namun kurang menjadi imajinasi bersama, apalagi menyandingkan atau bahkan mengawinkan dengan perkembangan kehidupan global. Berbagai keterpurukan global, seperti resesi ekonomi dan goncangan politik relatif kurang diisi dengan wacana ataupun imajinasi yang mengedepankan berbagai potensi lokal bangsa ini.

Ketergantungan dan Kemandirian

Sejarah panjang bangsa ini telah memberi pemahaman bahwa para leluhur telah mengelola berbagai perjumpaan dengan kehidupan berbeda dan relatif mengedepankan relasi selaras. Kehidupan sosial-budaya yang berbeda cenderung diberi karakter dan nuansa lokal dalam perjumpaannya. Keberadaan nuansa lokal ini akan memberikan ruang lebar bagi keselarasan dalam menghasilkan silang budaya dan rajutan kebijaksanaan lokal. Ranah ketergantungan dan kemandirian masih dapat dikelola ambang batas pergeserannya.

Ketika kehidupan modern dan global tidak mungkin ditolak lagi kehadirannya, justru kehidupan lokal berlomba-lomba atau saling berkompetisi untuk mencapai tingkat kehidupan tersebut. Kehidupan lokal sekaligus berbagai nilai dan kebijaksanaan yang ada di dalamnya cenderung ditinggalkan dan hanya menyisakan label tradisional, kuno, terbelakang, dan label negatif lainnya. Kehidupan lokal relatif menyerah tanpa syarat, sekaligus mengonstruksi ketergantungan kuat dengan dunia global.

Ranah ketergantungan dan kemandirian relatif kurang dapat dikelola dalam kuasa bangsa ini, namun cenderung ditaklukkan oleh kekuasaan global. Bangsa ini relatif kurang mengacu pada sumber kebijaksanaan bangsa sendiri yang telah diwariskan oleh para leluhurnya dengan segudang konstruksi label negatifnya. Namun lebih mengacu pada sumber kehidupan modern dan global yang relatif dipenuhi konstruksi label positif dan wujud nyata yang menjanjikan.

Refleksi Bersama

Realitas pengelolaan kehidupan pada masa pandemi telah memberikan ruang refleksi dan penghayatan terhadap berbagai perpaduan antara kebijaksanaan lokal dan prinsip-prinsip kehidupan global. Dikotomi dan perbedaan yang relatif tajam dalam kehidupan selama ini secara kreatif dapat diberikan ruang perjumpaan padu serasi. Seolah-olah warisan leluhur bangsa ini terkait tata kelola kehidupan yang mengutamakan relasi selaras antara manusia dengan sesama, dengan alam, dengan Sang Pencipta, dan bahkan antar ketiganya, masih terbersit dalam hati sanubari bangsa ini walau kurang utuh lagi.

Pengalaman ketergantungan pada kesuksesan dan keterpurukan dunia global, termasuk masa pandemi ini telah memberikan ruang refleksi dan penghayatan nyata atas kehidupan bangsa ini. Kehidupan yang mengedepankan relasi selaras telah menjadi ciri khas kehidupan leluhur bangsa ini sejak berabad-abad yang lalu dan sampai sekarang dapat menjadi landasan yang kokoh dalam bersanding secara selaras dengan perkembangan kehidupan global.

Gagasan ini telah termuat di Kompas.id (17/01/2021).

Penataan dan pengelolaan kembali reruntuhan kebijaksanaan lokal tersebut, termasuk berbagai komponen kehidupan yang terajut di dalamnya perlu dilakukan sesegera mungkin.

Y. Argo Twikromo adalah Ketua Pengawas Mindset Institute. Argo Twikromo menyelesaikan pendidikan doktor antropologi di Radboud Universiteit Nijmegen, Belanda (2008). Selama ini, Argo Twikromo banyak menulis dan melakukan penelitian mengenai keadaan masyarakat dengan metodologi antropologi. Argo Twikromo juga mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Jilbab, Negara, dan Kemerdekaan Indonesia

Penulis: Kamil Alfi Arifin Pemaksaan melepas jilbab bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional 2024 oleh Badan Penanaman Ideologi Pancasila (BPIP) telah mencederai...
Mindset Institute
14 detik waktu baca

Pidato: Menakar Kuasa Destruktif Kreatif

Di dalam dunia yang terus berubah, orang seringkali diminta untuk kreatif dan inovatif. Namun kreativitas ini dapat berakibat destruktif. Prof. Aloysius Gunadi Brata membahas...
Mindset Institute
16 detik waktu baca

Interview with Taring Padi: vanguardism, creativity, symbols, and the…

Penulis: Heronimus Heron & Min Seong Kim Abstract A work by the Indonesian artist collective Taring Padi titled People’s Justice caused great controversy during...
Mindset Institute
24 detik waktu baca