Y. Argo Twikromo adalah Ketua Pengawas Mindset Institute. Argo Twikromo menyelesaikan pendidikan doktor antropologi di Radboud Universiteit Nijmegen, Belanda (2008). Selama ini, Argo Twikromo banyak menulis dan melakukan penelitian mengenai keadaan masyarakat dengan metodologi antropologi. Argo Twikromo juga mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Persemaian Kehidupan Selaras

2 menit waktu baca

Kehidupan di wilayah setingkat kampung, dusun, atau apa pun terminologinya, hampir tidak pernah diberi ruang dalam menyuarakan kebijaksanaan atau kearifan tentang tata kelola kehidupan bersamanya. Sudah sejak beberapa dasawarsa lalu, penyebutan istilah kampung cenderung dilekatkan dengan sesuatu yang kurang membanggakan, memalukan, terbelakang, dan berbagai nuansa negatif lain.

Perlu dipahami bahwa masyarakat setingkat kampung merupakan benteng-benteng agar kehidupan selaras yang telah diwariskan oleh leluhur bangsa ini tidak ditaklukkan dan direbut, atau bahkan diganti oleh keberadaan kekuatan dan landasan kehidupan yang tidak berakar dari sejarah panjang bangsa ini. Landasan dan nilai-nilai kehidupan lain tersebut belum tentu dapat menciptakan kehidupan bersama yang relatif nyaman dan harmonis.

Koridor Keselarasan

Nuansa pengelolaan kehidupan bersama yang relatif selaras, harmonis, dan padu serasi sering kali masih dapat dirasakan antar warga setingkat kampung. Para warga masih mengelola kehidupan selaras di sela-sela atau bahkan dalam gencetan hingar-bingarnya dominasi kehidupan global yang terus melanda hampir seluruh aspek kehidupan bangsa ini.

Kehidupan setingkat kampung cenderung mempunyai relasi antartetangga relatif kuat dalam kehidupan sehari-hari yang saling menopang dan membutuhkan. Serpihan landasan semacam ini relatif masih menyisakan  pengutamaan koridor keselarasan dalam kehidupan bersama antartetangga atau antarwarga secara mandiri dan kreatif.

Koridor keselarasan ini tanpa disadari relatif telah terinternalisasi dalam hati sanubari warga setingkat kampung. Realitas sehari-hari yang dihadapi para warga tidak bisa lepas dari pergulatan dan pergumulan  berbagai dikotomi atau perbedaan yang selalu hadir dalam kehidupan ini. Namun berbagai dikotomi tersebut secara cerdik dan kreatif dipertemukan atau diberi ruang secara selaras. Dalam konteks ini, upaya untuk melebarkan dikotomi atau perbedaan menjadi minimal.

Kehidupan global telah menghadirkan ruang eksploitasi dengan kompetisi yang mensyaratkan gerak cepat, individu, dan orientasi pada wujud nyata dalam meraihnya. Prasyarat dan prinsip-prinsip  kehidupan global dan berbagai kekuatan lain yang ikut hadir dalam kehidupan bangsa ini sangat berbeda dengan prasyarat dan prinsip-prinsip kehidupan yang mengedepankan keselarasan dalam tata kelolanya. Ketika kehidupan global tidak bisa ditolak kehadirannya, maka warga setingkat kampung relatif menjadi terbelah dan beragam dalam tingkat pengutamaan kehidupan selaras ketika berelasi dengan sesama warga atau tetangga.

Tata kelola kehidupan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya oleh nenek moyang bangsa ini menjadi semakin terpinggirkan. Prinsip dalam mengedepankan relasi selaras antara manusia dengan sesama, dengan alam, dengan Sang Pencipta, dan bahkan antar ketiganya menjadi semakin kurang holistik dalam pengelolaan kehidupan bersama saat ini. Sangat dimungkinkan juga masing-masing bagian justru berkompetisi dalam meraih capaian masing-masing individu, bukan kebersamaan.

Terbelah dan beragamnya pengutamaan keselarasan di antara warga setingkat kampung ini cenderung tetap menyisakan serpihan kehidupan bersama yang lebih mengedepankan prinsip keselarasan dalam kehidupan mereka. Terutama dalam menghadapi kehidupan global serta berbagai prinsip dan prasyarat kehidupan yang berbeda. Masyarakat setingkat kampung tetap dapat dengan cerdik dan kreatif menyandingkan dan memberi nuansa padu serasi terhadap dikotomi dan perbedaan yang ada.

Keharmonisan

Kehidupan masyarakat setingkat kampung perlu dipahami secara lebih saksama. Para warganya sering kali masih menyisakan ruang pengutamaan keselarasan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Terlebih-lebih dalam menghadapi gempuran kehidupan global maupun berbagai kekuatan yang ingin menerobos ke dalam kehidupan mereka.

Gagasan ini telah dimuat di koran Kedaulatan Rakyat (Sabtu, 2/01/2021).

Upaya cerdik dan kreatif terus dilakukan para warga setingkat kampung dalam mengedepankan bingkai keselarasan dan keharmonisan kehidupan bersama mereka. Kampung atau dusun dapat menjadi lahan subur bagi persemaian ciri khas atau identitas keselarasan kehidupan bersama mereka. Kebanggaan atas tata kelola kehidupan berdasarkan budaya bangsa sendiri merupakan benteng kokoh bagi keberlanjutan prinsip keselarasan kehidupan para warga dan bangsa ini.

Y. Argo Twikromo adalah Ketua Pengawas Mindset Institute. Argo Twikromo menyelesaikan pendidikan doktor antropologi di Radboud Universiteit Nijmegen, Belanda (2008). Selama ini, Argo Twikromo banyak menulis dan melakukan penelitian mengenai keadaan masyarakat dengan metodologi antropologi. Argo Twikromo juga mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Jilbab, Negara, dan Kemerdekaan Indonesia

Penulis: Kamil Alfi Arifin Pemaksaan melepas jilbab bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional 2024 oleh Badan Penanaman Ideologi Pancasila (BPIP) telah mencederai...
Mindset Institute
14 detik waktu baca

Pidato: Menakar Kuasa Destruktif Kreatif

Di dalam dunia yang terus berubah, orang seringkali diminta untuk kreatif dan inovatif. Namun kreativitas ini dapat berakibat destruktif. Prof. Aloysius Gunadi Brata membahas...
Mindset Institute
16 detik waktu baca

Interview with Taring Padi: vanguardism, creativity, symbols, and the…

Penulis: Heronimus Heron & Min Seong Kim Abstract A work by the Indonesian artist collective Taring Padi titled People’s Justice caused great controversy during...
Mindset Institute
24 detik waktu baca