Heronimus Heron adalah Wakil Direktur Eksekutif Mindset Institute. Heronimus menyelesaikan pendidikan magister Kajian Budaya di Universitas Sanata Dharma (2022). Heronimus memiliki minat pada isu hak asasi manusia, kajian budaya, dan ekologi.

Tato Dayak Iban

7 menit waktu baca

Pada pertengahan tahun 2018, saya mengunjungi komunitas Suku Dayak Iban di bagian Utara Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Kampung yang saya kunjungi bernama Sungai Utik. Kampung yang masih mempertahankan adat dan tradisi. Warganya hidup di rumah betang (rumah panjang suku dayak). Saya tinggal di kampung tersebut selama 1 bulan sambil belajar tentang budaya dan tradisi lokal. Dari beragam budaya yang saya pelajari salah satunya tentang tato. Tato Dayak Iban sangat menarik karena motifnya sudah dikenal luas dan memiliki makna yang sangat mendalam.

Proses Pembuatan Tato

Saya ngobrol dengan Muling, salah seorang pemuda yang menghidupi kesenian tato di kampungnya. Muling menceritakan beragam motif tato Dayak Iban seperti bunga tengkawang, bunga terong, bilon betis, swet (mengisi tengah bilon betis), ketam, itik, kelingai, kelingai paha (seperti kala), buah andu, ukir deguk dan tegulun. Semua motif tato Dayak Iban berasal dari alam. Ada yang mengambarkan binatang di darat, sungai; bunga dan buah pohon.

Di Sungai Utik, pembuatan tato menggunakan alat tradisional di mana mata jarum diikat ke rotan. Sementara tintanya sudah berasal dari tinta tato modern. Zaman dahulu tinta tato berasal dari asap pelita dan arang pelita (api minyak) yang diambil menggunakan mangkok dicampur dengan air tebu lalu dijemur. Proses penjemurannya bisa berbulan-bulan supaya mendapatkan warga hitam pekat terbaik. Sementara jarumnya berasal dari duri pohon yang diikat ke rotan. Cara pembuatan tato dengan memukul bagian rotan agar duri pohon menusuk kulit membawa tinta tato. Proses pembuatannya membutuhkan waktu yang cukup lama.

Muling sedang membuat tato untuk dirinya sendiri. Dok pribadi Heronimus Heron

Pandangan Terhadap Tato

Tato bagi Suku Dayak Iban mengandung makna yang cukup besar yang mencakup identitas diri, keahlian dan kesenian. Namun pandangan orang modern terhadap tato cukup beragam. Ada yang memandangnya sebagai pengotoran diri karena mencampur zat kimia yang terdapat di tinta ke tubuh. Ada yang memandang orang yang memiliki tato sebagai orang yang hidupnya ugal-ugalan dan kriminal.

Ernest Cassirer dalam bukunya An Essay on Man (1944) menyebut manusia sebagai makhluk simbolik, animal simbolicum. Manusia tidak pernah melihat, menemukan dan mengenal orang secara langsung, tetapi melalui berbagai simbol. Bagi Cassirer kenyataan bukan sekedar fakta melainkan mempunyai makna bersifat kejiwaan. Di dalam simbol terkandung unsur pembebasan. Simbol berwujud dalam banyak bentuk dan ekspresi seperti suara dan gambar. Salah satu ekspresi gambar berbentuk tato yang diukir ke tubuh.

Susanne K Langer dalam bukunya Philosophical Sketches (1964) menyebut gambar sebagai salah satu simbol adalah kebudayaan yang didalamnya terdapat tujuan dan alat. Sebuah tato yang menyimbolkan sesuatu tidak dapat dipahami secara tuntas oleh bahasa konseptual. Simbol menantang orang untuk berpikir supaya ditutur dalam bahasa. Bahasa yang juga bagian dari simbol digunakan untuk menjelaskan beragam makna yang digambarkan dalam tato. Sumardjo dalam bukunya Estetika Paradoks (2010) menyebutkan terbentuknya lambang atau simbol merupakan puncak peradaban manusia. Diciptakannya lambang tidak lepas dari kepercayaan terhadap bentuk-bentuk mitologis. Maka tidak mengherankan dalam budaya Dayak Iban memandang tato sebagai sesuatu yang sangat penting dalam pembentukan identitas kebudayaannya.

Jika melihat ke belakang di Gua Tewet dan Gua Karim yang terdapat di Pegunungan Karst Sangkulirang-Mangkalihat terdapat beberapa gambar yang salah satunya berbentuk telapak tangan manusia. Menurut Cecep Eka Permana yang dikutif dari Tempo.co (15/5/2017) menyebutkan penggunaan pewarna pada gambar telapak tangan berwarga merah kecoklatan diduga menggunakan bahan yang berasal dari batu oker. Oker adalah pewarna dinding yang terbuat dari bahan tambang yang mengandung besi bercampur tanah liat dan pasir. Bahan ini terdapat di sekitaran gua. Bagi Cecep, dugaan sementara mengarah pada penggunaan campuran bahan hewani atau nabati. Sementara menurut Pindi Setiawan yang dikutif dari Tempo.co menjelaskan para pembuat tato gambar cadas di Gua Tewet dan Karim ialah bangsa Pra-Austronesia yang merupakan salah satu nenek moyang masyarakat Dayak. Artinya penggunaan gambar pada suatu objek seperti dinding gua atau saat ini di bagian tubuh seseorang merupakan ekspresi kebudayaan yang sudah cukup tua.

Tato Dayak Iban sebagaimana dengan motif tato lainnya sering dipandang dalam kacamata kebudayaan populer (Pop culture). McGaha Julie dalam bukunya Popular Culture & Globalization (2015) menyebut secara umum kebudayaan populer sebagai seperangkat praktik, kepercayaan, dan objek yang dominan di dalam masyarakat pada waktu tertentu. Kebudayaan populer sangat dipengaruhi oleh media massa. Kumpulan gagasan ini menembus kehidupan sehari-hari seseorang dalam masyarakat tertentu. Kategori kebudayaan populer paling umum ialah hiburan (musik, video games), olahraga, berita, politik, mode, teknologi dan bahasa slang (bahasa gaul).

Burgess dan Clark dalam Lombroso’s Criminal Anthropology (2010) menyebutkan masyarakat masih mengganggap para pengguna tato sebagai penyimpangan. Hal ini bisa dilihat dalam sejarah politik Indonesia di tahun 1970-1980an yang banyak membunuh orang-orang yang memiliki tato. Mereka dianggap sebagai kriminal. Pandangan ini masih melekat di beberapa instansi pemerintahan, misalnya Badan Nasional Penangulangan Bencana pada penerimaan CPNS tahun 2019 masih menolak calon yang memiliki tato. Padahal tubuh adalah milik individu namun terkadang mendapat batasan-batasan yang abstrak. Hatib Abdul Kadir dalam Tato (2006) menyebutkan bagaimana kebebasan berekspresi individu yang dibatasi, dikendalikan, diregulasikan, bahkan dilarang oleh pihak-pihak tertentu.

Sebagai sebuah pengekspresian diri, tato sering digunakan oleh kelompok-kelompok tertentu dengan simbol tertentu, misalnya kelompok kriminal. Arkady Bronnikov sebagaimana dikutif dari The Guardian.com (18/09/2014) mengunjungi lembaga permasyarakatan Uni Soviet dari tahun 1960-1980 untuk melakukan pemotretan terhadap ribuan tahanan yang memiliki tato. Dari ekspresi seni di tubuh mereka telah membantu menyelesaikan banyak kejahatan dengan mengidentifikasi penjahat berdasarkan tinta tato. Beragam motif tato yang digunakan oleh para kriminal di Uni Soviet juga diungkap oleh Arkady, misalnya salah satu pria mengukir beberapa motif seperti mawar di dada berarti pria tersebut berusia 18 tahun saat di penjara. Tulisan SOS di lengan kanannya yang merupakan kependekan dari “Spasite Ot Syda” yang berarti selamatkan saya dari penghakiman; “Spasayus Ot Sifilisa” (Selamatkan saya dari sipilis); atau “Suki Otnyali Svobodu” yang artinya pelacur merampas kebebasan saya.

Motif tato mencerminkan sebuah simbol yang memiliki makna, misalnya tato yang digunakan oleh Shirai yang merupakan pejabat geng Yakuza. Dikutif dari Kumparan.com (12/1/2018) disebutkan bagi Yakuza, tato adalah identitas yang tidak bisa dipisahkan dari kelompoknya. Motif samurai melambangkan Bushido yang artinya cara hidup seorang ksatria yang meliputi keberanian, kesetiaan dan kehormatan yang didasari pada falsafah Buddha dan Konfusius. Di tubuh anggota Yakuza juga terdapat tato motif bunga teratai. Teratai memulai kehidupannya dari dasar kolam dan bangkit kepermukaan melambangkan kebangkitan spiritual dan perjuangan menuju kehidupan yang lebih baik. Bagi masyarakat Jepang, bunga mewakili perjuangan hidup untuk mencapai potensi terbaik, dan keindahan yang sempurna.    

Makna Tato Dayak Iban    

Semua motif tato Dayak Iban memiliki makna yang terkandung doa dan harapan, misalnya motif bunga tengkawang. Bunga tengkawang berasal dari pohon tengkawang yang buahnya bisa dijual mahal untuk bahan minyak. Bunga tengkawang (Shorea macrophylla) melambangkan kemakmuran. Motif bunga tengkawang biasanya digunakan untuk menghiasi pundak seseorang. Motif bunga terong yang biasanya dilukis di kedua belah bahu. Bunga terong berasal dari bunga pohon terong asam (Solanum lasiocarpum) yang bibitnya disemai bersamaan saat musim menanam padi. Saat mendirikan rumah, daun terong diikat diujung tiang rumah dengan makna menyangga bumi. Motif bunga terong berbentuk persegi delapan dengan ujung berbentuk bundar. Sedangkan bagian tengahnya berbentuk garis bundar tanpa putus, atau disebut perut memurik. Lingkaran bundarnya melambangkan kehidupan yang tidak putus atau berhenti. Motif bunga terong digunakan untuk menghiasi bahu bagian depan sebalah kanan dan kiri.

Motif bilon betis biasanya diukir di bagian betis seseorang dengan berbagai ukuran. Sedangkan motif swet digunakan untuk mengisi bagian kosong dari motif bilon betis. Kedua motif tersebut saling melengkapi agar memberi keindahan pada betis seseorang. Motif ketam (Kepiting/Gecarcinucoidea) yang bisa hidup di sungai dan darat melambangkan penyesuaian hidup. Motif ketam biasanya diletakkan di dada atau bagian punggung. Motif itik (ayam/Gallus) melambangkan kemakmuran karena memiliki banyak ayam atau ternak. Motif ini biasanya digambarkan di bagian dada atau punggung.

Motif kelingai (Kalajengking/Androctonus) menyimbolkan seseorang memiliki kemampuan untuk membela diri, seperti kala yang memiliki bisa (racun). Motif ini bisa digambarkan di kaki atau bagian tangan. Motif buah andu (Kapuk/Ceiba pentandra) melambangkan kelembutan, seperti buah kapuk yang seratnya digunakan untuk mengisi kasur tidur. Motif ini bisa digunakan di tubuh sesuai dengan keinginan.

Motif ukir deguk ialah motif tato yang diukir di tenggorokan. Motif ini diukir setelah seseorang memiliki tato bunga terong di lengan bagian kiri dan kanan. Saat seseorang akan melakukan pengukiran di tenggorokannya maka harus menyediakan beberapa syarat seperti tempayan kecil 1 buah, besi 1 buah, tembakau dan tuak. Syarat-syarat tersebut diserahkan kepada orang yang menato, sedangkan tuak akan diminum bersama setelah selesai membuat tato. Pada zaman dahulu pembuatan tato ukir deguk sekalian memasukkan ilmu ke dalam diri seseorang. Kalau saat ini sudah banyak orang yang memakai tato ukir deguk. Itu hanya untuk seni menghias tubuh.

Motif yang hanya boleh digunakan oleh orang tertentu ialah motif tegulun. Motif ini digunakan oleh seseorang yang telah menggayau/memotong kepala musuh. Motif tegulun letaknya dibagian tangan. Pembuatan motif tegulun hanya untuk orang yang memiliki ilmu dalam karena motif tersebut panas. Jika seseorang tidak memiliki ilmu maka seseorang bisa sakit. Maka banyak orang yang tidak mau membuat tato motif tegulun. Ada satu lagi motif tato yang biasanya digunakan oleh perempuan, yaitu motif tato simpai (gelang) yang pembuatannya terletak dipegelangan tangan. Motif ini digunakan oleh perempuan sebagai tanda bahwa dirinya pandai melakukan pekerjaan tangan seperti membuat anyaman, menenun dan membereskan pekerjaan rumah.

Penggunaan tato bagi Dayak Iban selain sebagai doa dan harapan juga sebagai penanda seseorang sudah melakukan aktivitas tertentu seperti menggayau; atau bisa melakukan aktivitas tertentu seperti menganyam; atau sebagai tanda pengenal suku. Zaman dahulu setiap suku sering berperang maka dengan adanya tato sebagai penanda bahwa orang tersebut saudaranya. Begitu juga saat dirinya merantau jauh, dengan melihat tato maka ia akan ingat rumah, keluarga dan kampung halamannya.

Tato Dayak Iban sebagai Budaya dan Seni

Tato Dayak Iban sebagaimana dengan tato yang lain merupakan ekspresi kebudayaan. Melalui tato ada banyak yang ingin disampaikan seperti relasi manusia dengan alam dan sesama. Beragam motif tato yang digunakan dalam mengukir tubuh memberikan pesan bahwa melalui alam ada doa dan harapan yang ingin dicapai. Motif tato bunga tengkawang yang melambangkan kemakmuran misalnya mensyaratkan warga memelihara pohon di hutan sebagai salah satu sumber kemakmuran. Motif ketam (Kepiting) yang disimbolkan sebagai penyesuaian hidup juga mensyaratkan penjagaan mata air dan sungai sebagai rumah ketam. Air dan sungai sebagai kebutuhan pokok dalam hidup manusia perlu dijaga dan dilestarikan.

Tato Dayak Iban yang diekspresikan dalam berbagai bentuk menunjukkan tingginya sebuah peradaban. Hal ini mengafirmasi apa yang disebut Sumardjo sebagai puncak peradaban manusia. Ia tidak hanya berbicara menggunakan simbol tetapi juga dapat memahami simbol-simbol yang digunakan. Melalui simbol seseorang menyampaikan pesan, misalnya motif tato atau gambar-gambar binatang dan telapak tangan manusia yang terdapat di Gua Tewet dan Karim di Pegunungan Karst Sangkulirang-Mangkalihat, Kalimantan Timur.

Tato Dayak Iban merupakan identitas. Sebagai tanda pengenal diri, tato juga mengingatkan seseorang yang sedang merantau akan keluarga, sesama dan kampung halamannya. Tato sebagai identitas memang ditemukan dalam banyak budaya yang dihidupi oleh masyarakat misalnya geng Yakuza di Jepang, atau masyarakat Suku Mentawai di Kepulauan Mentawai, Sumatera. Di balik goresan motif tato ada harga diri komunitas yang diemban. Maka ada tato yang hanya boleh digunakan setelah melakukan aktifitas tertentu misalnya tato motif simpai pada perempuan atau tato tegulun pada orang yang telah menggayau. Dengan tato simpai seseorang tidak akan mengecewakan keluarga dan pasangannya karena memiliki keahlian tangan. Begitu juga dengan motif tegulun, seseorang dianggap mampu melindungi sukunya dari serangan musuh.

Pandangan buruk terhadap tato terjadi karena ketidaktahuan orang terhadap makna yang terdapat pada motif tato. Para pengguna tato mendapat stigma negatif. Apalagi ditambah dengan adanya kasus penggunaan jarum tato yang tidak steril diyakini bisa menularkan penyakit tertentu. Pandangan terhadap orang yang menggunakan tato perlu berubah. Tingkat kriminalitas tidak ditentukan oleh banyaknya orang memiliki tato atau tidak bertato. Kejahatan juga tidak ditentukan oleh banyaknya tato yang dimiliki seseorang. Setiap orang memiliki potensi melakukan kejahatan. Entah ia memiliki tato ataupun tidak bertato. Setiap orang juga berpotensi menjadi orang baik, entah ia bertato ataupun tidak bertato. Jika ada seseorang yang menggukir tubuhnya dengan tato berarti ada pesan yang terkandung di setiap goresan tatonya. Melalui goresan tato juga ada ekspresi seni yang ingin disampaikan.

Penggunaan tato Dayak Iban juga tidak bisa dipandang sebagai bentuk penyimpangan budaya. Tidak ada penyimpangan budaya. Budaya merupakan produk manusia yang berinteraksi dengan sesama, alam dan makhluk transendental. Maka tato Dayak Iban dijiwai oleh budaya dan diukir melalui seni. Sepengetahuan saya sudah banyak orang menggunakan motif tato Dayak Iban. Sebaiknya sebelum membuat tato perlu memahami artinya supaya bisa menghidupi makna yang terkandung di dalam setiap motif tato Dayak Iban. Sementara untuk tato dengan motif yang membutuhkan syarat tertentu sebaiknya dihormati persyaratannya sebagai bagian dari cara menghormati budaya yang menjiwai masyarakat Dayak Iban.[]

Penulis sedang befoto dengan Apai Janggut, di Betang Sungai Utik. Dok pribadi Heronimus Heron
Heronimus Heron adalah Wakil Direktur Eksekutif Mindset Institute. Heronimus menyelesaikan pendidikan magister Kajian Budaya di Universitas Sanata Dharma (2022). Heronimus memiliki minat pada isu hak asasi manusia, kajian budaya, dan ekologi.

Jilbab, Negara, dan Kemerdekaan Indonesia

Penulis: Kamil Alfi Arifin Pemaksaan melepas jilbab bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional 2024 oleh Badan Penanaman Ideologi Pancasila (BPIP) telah mencederai...
Mindset Institute
14 detik waktu baca

Pidato: Menakar Kuasa Destruktif Kreatif

Di dalam dunia yang terus berubah, orang seringkali diminta untuk kreatif dan inovatif. Namun kreativitas ini dapat berakibat destruktif. Prof. Aloysius Gunadi Brata membahas...
Mindset Institute
16 detik waktu baca

Interview with Taring Padi: vanguardism, creativity, symbols, and the…

Penulis: Heronimus Heron & Min Seong Kim Abstract A work by the Indonesian artist collective Taring Padi titled People’s Justice caused great controversy during...
Mindset Institute
24 detik waktu baca